Di era kemanunggalan
pasar (globalisasi.red) seperti sekarang ini membuat batas – batas negara
menjadi kabur. Isu – isu nasional dengan cepat berubah menjadi isu regional
bahkan Internasional. Hal ini akan melatarbelakangi semakin besarnya
ketergantungan setiap negara dengan negara lain nya. Dengan adanya fenomena
tersebut menuntut kerjasama antar negara yang semakin intens dalam berbagai
bidang.
Peran Kementerian Luar
Negeri RI tidak lagi di rasa cukup untuk meng-handle semua urusan yang menyangkut hubungan luar negeri yang
semakin kompleks ini. Hal ini menuntut adanya peran setiap elemen bangsa untuk
melakukan aktivitas hubungan luar negeri, khususnya untuk mencapai national interest. Salah satu elemen
bangsa yang telah “direstui” untuk melakukan hubungan luar negerinya langsung
dengan aktor – aktor yang bersangkutan adalah Pemerintah Daerah. Melalui UU no.22 Tahun 1999 inilah Pemerintah
Daerah diberi kewenangan untuk melakukan aktivitas hubungan luar negeri.
Lalu hubungan yang
bagaimana yang dapat dilakukan? Tentunya tidak semua hubungan dapat dijalin
oleh Pemda, seperti hubungan bidang politik, pertahanan dan keamanan tetap
menjadi kewenangan KEMLU. Hubungan luar negeri yang dapat dijalankan adalah
melalui kota/provinsi kembar (sister city.red).
melalui sister city inilah diharapkan
daerah dapat mengembangkan potensi yang ada pada daerahnya, selain itu dengan
adanya sister city ini juga dapat
mempererat hubungan antar kedua negara yang kotanya saling ber-sistercity. Jadi nantinya jika setiap
kabupaten/kota sudah memiliki badan khusus yang mengurusi masalah hubungan luar
negeri akan memudahkan para investor yang ingin menanamkan modalnya di
Indonesia.
Namun hingga saat ini
masih banyak Pemerintahan Daerah di Indonesia ini yang belum melakukan hal
tersebut. Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat aktivitas hubungan luar
negeri: Pertama adalah kuranganya pengetahuan pegawai Pemda mengenai hubungan
luar negeri dan kepentingan nasional RI sehingga saat meminta persetujuan dari
Menteri Luar Negeri RI draft tersebut terus ditolak. Kedua adalah mahalnya
biaya yang dikeluarkan untuk sekali melakukan sister city, namun faktor kedua ini dapat diatasi jika sister city yang dilakukan benar – benar
bermanfaat.
Maka dari itu, untuk
meningkatkan kemampuan hubungan luar negeri pegawai Pemda, perlu adanya
beberapa pelatihan dan seminar agar para pegawai Pemda ini benar – benar bisa
menjadi “Diplomat Kabupaten/Kota”. Seperti yang akan dilakukan oleh Program
Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Slamet Riyadi Solo ini. Dengan
menggandeng Uni Eropa Prodi HI UNISRI rencananya akan melakukan Pelatihan
Diplomasi dan Hubungan Luar Negeri bagi para Kepala Daerah se-Jawa secara
bertahap selama dua tahun, dan akan dimulai sekitar Bulan Juni tahun ini.
Diharapkan melalui program tersebut, para otoritas daerah mampu melakukan
diplomasi dan hubungan luar negeri yang benar – benar berkualitas demi
tercapainya national interest.