Tampilkan postingan dengan label konflik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label konflik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 Januari 2014

KONFLIK ASIMETRIS DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL



Konflik asimetris merupakan konflik dimana aktor – aktor yang terlibat tidak sama atau tidak seimbang. Ketidakseimbangan aktor – aktor yang terlibat tersebut kadang sulit untuk didefinisikan kedalam karakteristik – karakteristik khusus, untuk itu Gallo dan Marzano membagi asimetris kedalam tiga kelompok (Gallo, 2009) .

  • ·         Asimetri Kekuasaan

Aktor – aktor dalam konflik jenis ini dipisahkan oleh garis kekuasaan yang berbeda. Misalnya konflik antara pemimpin dan anggota kelompok.

  • ·         Asimetri Strategis

Konflik jenis ini berlangsung ketika aktor – aktor yang terlibat tidak seimbang secara stategi. Misalnya adalah perang antara sipil melawan militer. Sipil memang menguasai informasi yang luas dan memiliki pemimpin yang lebih cerdas namun mereka tidak memiliki senjata, pengalaman tempur dan strategi tempur karena itu semua dimiliki oleh militer.

  • ·         Asimetri Struktural

Aktor pada konflik ini dibedakan berdasarkan struktur yang ada, misalnya struktur sosial dan budaya. Sebagai contoh adalah konflik antar kasta dalam agama Hindu.
Dengan memahami dan mengelompokan ketidakseimbangan aktor – aktor yang terlibat dalam konflik tersebut maka kita dapat dengan mudah menganalisa dan memahami perkembangan dari konflik yang terjadi tersebut. Dalam konflik asimetris tidak selalu pihak yang kuat akan menang melawan pihak yang lemah. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi aktor – aktor yang terlibat dalam konflik asimetris tersebut, misalnya faktor pengalaman, tingkat pendidikan, penguasaan masa dan media, serta pembentukan opini publik. Contoh paling nyata adalah Perang Vietnam dimana Amerika Serikat yang merupakan negara besar harus mengakui keunggulan taktik dan strategi dari para militer Vietnam
Konflik asimetris sering dikait – kaitkan dengan tindakan terorisme dan pemberontakan. Hal ini wajar saja mengingat kelompok – kelompok teroris dan pemberontak biasanya memiliki satu sasaran yakni pemerintah yang sedang berkuasa yang secara struktur, kekuasaan maupun startegi jelas tidak seimbang.

Selasa, 28 Mei 2013

Identitas Etnis Dan Agama Sebagai Penyebab Konflik di Asia Selatan



             Asia Selatan merupakan salah satu kawasan yang heterogen. Terdapat berbagai etnis dan suku bangsa yang mendiami kawasan tersebut. Selain etnis dan suku bangsa, terdapat pula dua agama mayoritas yakni Islam dan Hindu. Melihat heterogenitas yang terjadi dalam kawasan tersebut, maka akan menimbulkan konsekuensi berupa konflik. Konflik horizontal sering terjadi di kawasan tersebut. Tidak jarang konflik tersebut meluas menjadi konflik antar negara.
            Konflik antar etnis turut mewarnai dinamika berbangsa dan bernegara di kawasan Asia Selatan. Konflik antar etnis dapat kita lihat di Negara India antara etnis Punjab yang beragama Islam dengan etnis yang beragama Hindu. Di Pakistan juga terjadi konflik antara etnis Punjab dengan etnis Sindhi. Selain itu terdapat juga konflik yang terjadi antar kelompok etnis berdasarkan mahzab seperti konflik antar kelompok Sunni, Syiah dan Ahmadiyah. Di Srilanka juga terdapat konflik antara etnis lokal dengan etnis Tamil yang bercita – cita mendirikan negara tersendiri.
            Konflik agama mulai muncul di kawasan Asia Selatan pada abad ke-19 – 20. Isu agama menjadi penyebab konflik yang besar di Asia Selatan karena agama telah menjadi alat politik di beberapa negara di kawasan tersebut. Pecahnya India kedalam 3 negara telah menjadi bukti kerasnya konflik yang disebabkan oleh perbedaan agama. Di India konflik antara Islam dengan Hindu ini masih saja terjadi, puncaknya adalah pembakaran Masjid Babri oleh etnis India yang beragama Hindu. Penyebab konflik ini sendiri dipicu oleh interprestasi sejarah oleh etnis Hindu karena mereka menganggap Masjid Babri tersebut didirikan di atas Kuil Rama, yang mereka percaya sebagai tempat lahirnya dewa Rama. Sedangkan di Pakistan juga terjadi konflik antar sesama muslim yang berbeda mahzab. Seperti konflik antara Muslim Sunni, Muslim Syiah dengan Muslim Ahmadiyah. Konflik yang dipengaruhi agama juga terjadi di Kashmir. Pakistan mengklaim Kashmir yang mayoritas beragama Muslim masuk ke dalam wilayah teritorialnya. Sedangkan India mengklaim terdapat komunitas Hindu yang terintegrasi dengan India.
            Jika melihat kasus – kasus di atas konflik horizontal yang terjadi ber-latarbelakang-kan identitas etnis dan agama sebenarnya lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini


  1. Kurangnya akses yang didapat oleh kaum minoritas dalam berbagai bidang, seperti politik, sosial, budaya dan ekonomi. Dominasi kaum mayoritas telah menyebabkan kaum minoritas memberontak untuk memperjuangkan hak – hak nya.
  2.  Ideologi atau Mazhab. Ideologi berperan penting dalam pembentukan suatu pola pikir yang akhirnya jika ideologi tersebut telah tertanam dengan kuat di hati seseorang akan menimbulkan etnosentrisme yang kuat sehingga mereka beranggapan bahwa komunitas merekalah yang paling benar.

Konflik horizontal sebenarnya bisa diminimalisir dengan memberikan perlakuan yang sama dan pemenuhan hak - hak yang sama. Sehingga tidak ada lagi kesenjangan antara kaum mayoritas dengan kaum minoritas di Asia Selatan.