Selasa, 28 Mei 2013

Identitas Etnis Dan Agama Sebagai Penyebab Konflik di Asia Selatan



             Asia Selatan merupakan salah satu kawasan yang heterogen. Terdapat berbagai etnis dan suku bangsa yang mendiami kawasan tersebut. Selain etnis dan suku bangsa, terdapat pula dua agama mayoritas yakni Islam dan Hindu. Melihat heterogenitas yang terjadi dalam kawasan tersebut, maka akan menimbulkan konsekuensi berupa konflik. Konflik horizontal sering terjadi di kawasan tersebut. Tidak jarang konflik tersebut meluas menjadi konflik antar negara.
            Konflik antar etnis turut mewarnai dinamika berbangsa dan bernegara di kawasan Asia Selatan. Konflik antar etnis dapat kita lihat di Negara India antara etnis Punjab yang beragama Islam dengan etnis yang beragama Hindu. Di Pakistan juga terjadi konflik antara etnis Punjab dengan etnis Sindhi. Selain itu terdapat juga konflik yang terjadi antar kelompok etnis berdasarkan mahzab seperti konflik antar kelompok Sunni, Syiah dan Ahmadiyah. Di Srilanka juga terdapat konflik antara etnis lokal dengan etnis Tamil yang bercita – cita mendirikan negara tersendiri.
            Konflik agama mulai muncul di kawasan Asia Selatan pada abad ke-19 – 20. Isu agama menjadi penyebab konflik yang besar di Asia Selatan karena agama telah menjadi alat politik di beberapa negara di kawasan tersebut. Pecahnya India kedalam 3 negara telah menjadi bukti kerasnya konflik yang disebabkan oleh perbedaan agama. Di India konflik antara Islam dengan Hindu ini masih saja terjadi, puncaknya adalah pembakaran Masjid Babri oleh etnis India yang beragama Hindu. Penyebab konflik ini sendiri dipicu oleh interprestasi sejarah oleh etnis Hindu karena mereka menganggap Masjid Babri tersebut didirikan di atas Kuil Rama, yang mereka percaya sebagai tempat lahirnya dewa Rama. Sedangkan di Pakistan juga terjadi konflik antar sesama muslim yang berbeda mahzab. Seperti konflik antara Muslim Sunni, Muslim Syiah dengan Muslim Ahmadiyah. Konflik yang dipengaruhi agama juga terjadi di Kashmir. Pakistan mengklaim Kashmir yang mayoritas beragama Muslim masuk ke dalam wilayah teritorialnya. Sedangkan India mengklaim terdapat komunitas Hindu yang terintegrasi dengan India.
            Jika melihat kasus – kasus di atas konflik horizontal yang terjadi ber-latarbelakang-kan identitas etnis dan agama sebenarnya lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini


  1. Kurangnya akses yang didapat oleh kaum minoritas dalam berbagai bidang, seperti politik, sosial, budaya dan ekonomi. Dominasi kaum mayoritas telah menyebabkan kaum minoritas memberontak untuk memperjuangkan hak – hak nya.
  2.  Ideologi atau Mazhab. Ideologi berperan penting dalam pembentukan suatu pola pikir yang akhirnya jika ideologi tersebut telah tertanam dengan kuat di hati seseorang akan menimbulkan etnosentrisme yang kuat sehingga mereka beranggapan bahwa komunitas merekalah yang paling benar.

Konflik horizontal sebenarnya bisa diminimalisir dengan memberikan perlakuan yang sama dan pemenuhan hak - hak yang sama. Sehingga tidak ada lagi kesenjangan antara kaum mayoritas dengan kaum minoritas di Asia Selatan.

Senin, 15 April 2013

EVENT SOLO MENARI 24 JAM DALAM PERSPEKTIF DIPLOMASI BUDAYA INDONESIA


Program yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Surakarta (Solo) dalam memperingati “Hari Tari Se-Dunia” yang jatuh setiap tanggal 29 April ini selalu dinantikan oleh para penikmat tari di Kota Solo dan sekitarnya. Acara yang di launching pertama kali pada tahun 2011 itu terus saja berkembang dan menjadi semakin meriah setiap tahunnya. Ini dapat terlihat dari jumlah peserta dan penonton yang terus bertambah setiap tahunnya. Para peserta yang hadir dan berpartisipasi tidak hanya warga lokal Kota Solo saja melainkan menjangkau sanggar tari dari seluruh Indonesia.
Dalam tahun ke tiganya ini (2013), event Solo Menari 24 jam akan dimeriahkan juga oleh sanggar tari dari luar negeri yakni sanggar tari yang berasal dari Italia dan Malaysia. Kehadiran dua sanggar tari dari luar negeri ini tentunya akan menambah nilai positif dari pelaksanaan event tersebut. Salah satunya adalah dengan meningkatkan level dari event itu sendiri. Yang semula memiliki level lokal kini meningkat levelnya menjadi internasional.
 




Kesempatan inilah yang dapat digunakan oleh Pemerintah Indonesia untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia Internasional. Melalui event tersebut diharapkan Indonesia akan semakin dikenal dengan keanekaragaman budayanya. Secara tidak langsung usaha tersebut akan berdampak juga pada meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia. Selain itu citra Indonesia sebagai negara multikultur juga akan semakin mantap kita genggam.
Memang dewasa ini diplomasi budaya menjadi senjata ampuh setiap negara untuk lebih mengeksiskan diri pada dunia internasional. Sebut saja Republik Korea yang berhasil “membius” masyarakat internasional dengan K-Pop (Korean Pop) nya. Indonesia juga harus mengambil langkah yang sama agar budaya Indonesia juga dapat dinikmati oleh masyarakat internasional. Kota Solo sudah memulainya dengan mengadakan event “Solo Menari 24 Jam” tersebut. Semoga saja event serupa dapat dikembangkan di seluruh Indonesia. Happy International Dance Day! Enjoy Solo..